Selasa, 11 Mei 2010

Kisah Sang Putri (Agni K.V.P X-2)

Putri, seorang gadis remaja berumur 15 tahun. Ia berasal dari keluarga sederhana. Papanya yang seorang TNI menyebabkan tempat kerjanya selalu berpindah-pindah. Jadi, Putri tidak pernah menetap di suatu daerah lebih dari tiga tahun. Kali ini, ia dan keluarganya baru saja pindah ke kota Bandung. Udara di kota Bandung yang dingin membuat Putri harus beradaptasi ekstra keras.
Suatu pagi di hari Senin, Putri membuka jendela kamarnya. “Ah, udara memang dingin tapi segar sekali. Sepertinya ini awal yang indah untuk memulai petualangan baru di tempat yang baru”, kata Putri di depan jendela kamarnya. Hari ini adalah hari pertama Putri sekolah di kota Bandung. Ia tidak igin membuang-buang waktunya. Setelah siap, ia bergegas menuju meja makan. “Pagi ma! Hari ini sarapannya apa?” celetuk Putri sesampainya di meja makan. “Pagi,sudah sana duduk. Cepetan sarapan, sudah di tunggu papa itu di depan. Nanti papa terlambat gara-gara nunggu kamu makannya lama,” balas mama dari dapur. “Ehmm, yaa..mma!” jawab Putri dengan mulut penuh makanan. Setelah sarapan, Putri segera mencuci piringnya dan kemudian berpamitan pada mamanya.
Sesampainya Putri di sekolah barunya. Ia segera masuk ke dalam. Tapi, belum sampai di kelas tak sengaja Putri menabrak seorang gadis yang seumuran dengannya. “Ehm, oh..maaf,maaf ya! Saya nggak sengaja menabrak kamu”, seru Putri kepada gadis itu. “Eng, enggak apa-apa kok. Aku yang salah nggak lihat lihat kalau ada orang”, kata gadis itu sambil mengambil beberapa bukunya yang jatuh. “Oh ya, namaku Putri. Kalau nama kamu siapa?” tanya Putri sambil memberikan salah satu buku milik gadis itu. “Namaku Dila, kamu anak baru ya?” jawab Dila itu. “Ya, ini hari pertamaku sekolah di sini”, jawab Putri. “Oh, pantas aku nggak pernah lihat kamu, ngomong-ngomong kamu kelas apa?”, tanya Dila itu. “Aku kelas sepuluh dua”, jawab Putri. “Wah, kelas kita sama, gimana kalau kita sahabatan?” tanya Dila. “Ya!!” jawab Putri dengan semangat. Mulai saat itu Putri dan Dila menjadi sahabat. Kemana-mana mereka selalu terlihat berdua. Dimana ada Putri pasti di situ juga ada Dila, begitu pula sebaliknya. Mereka berdua sudah seperti saudara. Hari demi hari mereka lalui bersama. Hingga tak terasa persahabatab mereka telah berumur dau tahun dan kini mereka telah menjadi anak kelas sebelas SMA.

Pagi hari di sekolah. Hari itu Putri datang lebih awal dari pada hari biasanya. Lorong menuju kelas masih terlihat lenggang. Tidak banyak suara yang terdengar dari kelas-kelas karena memang masih pagi. “Hah..sejuknya udara pagi di Bandung. Pagi-pagi seperti ini belum banyak polusi”, kata Putri dalam hati. “Uuwaah…segarnya!” ucap Putri sambil merentangkan tangannya lebar-lebar dan menarik nefas. Tiba-tiba, “Auw, sakit tauk!” seru seseorang di belakang Putri. Sontak Putri kaget dan langsung menoleh ke belakang. Dan lebih kaget lagi, kini di hadapan Putri berdiri seorang pangeran berwajah tampan yang sedang meringis sambil memegang jidatnya. “Eh, kalo mau senam jangan di lorong dong, tuh di lapangan aja. Pagi-pagi udah bikin orang bete!” keluh pangeran itu.
Karena masih kaget plus terkagum-kegum, Putri hanya diam dan melongo di depan pangeran tampan itu. Sang pangeran melambai-lambaikan tangannya ke wajah Putri, “Eh cewek! Ni orang udah budeg kali ya? Ah..ya uadalah, mending aku pergi aja.” Kata pangeran itu seraya meninggalkan Putri yang masih terbengong-bengong sendirian di lorong. Setelah beberapa menit , Putri baru tersadar dari kekegetannya. Lalu ia menepuk jidatnya sambil berkata dalam hati “Ya ampun..bodohnya aku! Kenapa aku tadi sampe segitunya. Uh..kan jadi jelek kesan pertamanya. Ih...sebel,sebel hari ini!” Putri mencak-mencak sendiri di lorong. Beberapa siswa yang melihat hal itu kemudian tertawa.
Mulai hari itu, tingkah laku Purti menjadi berbeda. Ia menjadi lebih banyak melamun di kelas. Bahkan sewaktu pelajaran guru kilerpun masih bisa melamun. Sampai-sampai ia harus di hukum berdiri di luar kelas. Tapi, bukannya merenungi kesalahannya ia malah asyik melamun kembali. Lalu, ketawa-ketiwi sendiri tanpa ada sebab. Dila yang merasa khawatir dengan keadaan Putri mencoba bertanya, “Hai, kamu kenapa sih? Akhir-akhir ini jadi aneh gitu.” “Aneh gimana maksud kamu? Orang aku fine-fine aja tuh!” jawab Putri. “Oh…ya udah, tapi kalau ada apa-apa sama kamu bilang aja ya sama aku!” kata Dila. “Iya Dila!” jawab Putri smbil mencubit pipi Dila “Auw..Putri sakit tauk!” kata Dila smbil mencoba membalas perbuaten Putri.

Putri masih saja sering melamun tapi agak berkurang karena ia tidak ingin sahabatnya merasa khawatir. Putri juga belum menceritakan peristiwa beberapa hari yang lalu saat ia bertemu dengan pangerannya. Putri memeng tak pernah memberitahu siapapun termasuk orangtua dan sahabatnya apabila ia suka (istilah kerennya nge-Fans) pada seseorang sebelum ia benar-benar siap untuk memberitahu orang lain.
Suatu hari saat jam istirahat. Putri yang sedang menyalin PR matematika dari buku milik Dila dikagetkan dengan kedatangan sahabatnya itu. “Wah…gila, keren banget sih dia! Aku terpesona”, cerocos Dila dengan histerisnya. Seprti habis melihat hantu tapi kali ini dengan perasaan bahagia bukan dengan perasaan takut. “Aduh La, kamu bikin aku kaget tau gak! Emang ada apa sih? Histeris banget”, tanya Putri. “Itu loh, Evant anak basket. Kamu masak nggak tau?” kata Dila masih dengan hirterisnya. “Evant, Evant siapa? Aku nggak kenal”, Putri menjawab dan masih menyalin PR. “Ya ampun, Putri kamu nggak tau ya? Evant, kapten tim basket, dia kakak kelas kita itu! Masak gak tau sih? Payah nih”, kata Dila denagn muka masam. “Yee, aku emang gak tau dan aku juga gak kenal. Emangnya ada apa sama dia? Kamu suka ya?” tuduh Putri pada Dila. Tiba-tiba muka Dila memerah. “Tuh kan beneran. Hayo nagaku”, desak Putri. “Ehm, ya..iya, aku memang suka sama dia. Tapi jangan bilang sama siapa-siapa lho ya! Awas kalo bilang-bilang”, ancam Dila kepada Putri. “Iya, nggak akan bilang ke siapa-siapa kok! Suer” kata Putri sambil membentuk huruf V dengan jarinya.
Kali ini ganti Dila yang sering melamun. Ternyata memang cocok Putri dan Dila bersahabat karena dalam hal ini mereka sama-sama melamun jika memikirkan tentang cowok. Tapi ada satu hal yang membuat mereka berbeda yaitu: Dila lebih terbuka menceritakan orang yang disukainya pada Putri sedangkan Putri sebaliknya.

Suatu hari, Putri datang ke rumah Dila untuk mengerjakan tugas. Putri sudah sering berkunjung ke rumah Dila tapi ia belum pernah sekalipun masuk ke kamar sahabatnya itu. Hari itu Dila mengajak Putri untuk mengerjakan tugas di kamarnya, sekalian Dila juga ingin memberitahu Putri tentang suatu hal. Ini adalah kali pertama Putri masuk ke kamar Dila, jadi Putri tidak akan membuang kesempatannya untuk mengenal lebih jelas tentang sahabatnya itu. Setibanya di kamar Dila, Putri terkejut pada apa yang dilihatnya. Di dalam kamar Dila terdapat banyak foto yang ditempelkan di dinding kamar. Dari sekian banyak foto, hanya terlihat beberapa foto Dila sendiri sedangkan foto-foto lainnya adalah foto seorang cowok. Setelah masuk ke dalam kamar itu, Putri lebih terkejut lagi karena hamper di seluruh dinding kamar -kecuali langit-langit kamar- telah tertutup oleh foto cowok itu. Foto-foto itu memiliki ukuran yang cukup beragam, mulai dari yang ukurannya 2x3 bahkan sampai ada yang ukurannya sebesar poster. Di dalam foto-foto itu terdapat seluruh kegiatan yang di lakukan oleh cowok itu. Sepertinya Dila sangat terobsesi pada cowok itu. Dan Putri bisa menebak kalau cowok itu adalah Evant , kapten tim basket yang sering diceritakan Dila padanya. “Ehm…Dil, kamu beneran suka sama Evant ya?” tanya Putri yang telah selesai memperhatiakn setiap sudut kamar Dila. “Nggak Put, bukannya suka lagi tapi sepertinya aku sudah cinta dan terobsesi banget sama dia”, jawab Dila dengan wajah berseri-seri. Seketika itu hati Putri hancur berkeping- keping. Dan tiba-tiba tanpa sepengetahuan Dila air mata Putri menetes tapi segera dihapus oleh Putri. Putri yang sudah tidak tahan untuk menumpahkan air mata yang menggenang di matanya itu meminta maaf kepada Dila karena tidak bisa mengerjakan tugas bersama-sama. Ia beralasan bahwa perutnya tiba- tiba terasa sakit. Dila yang khawatir dengan keadaan Putri, mengijinkan Putri pulang dan beristirahat.
Sesampainya di rumah, Putri segera berlari menuju kamarnya dan langsung mengunci pintu. Di dalam kamar, ia menumpahkan semua rasa sakit yang ada di hatinya. Putri menangis dalam diam. Ia tenggelam dalam keheningan tapi air matanya tetap mengalir.Ia merenungi kejadian yang baru saja ia alami. Putri tahu kalau Evant, cowok yang dicintai oleh sahabatnya itu adalah pangeran yang selama ini dicari-cari oleh Putri.

Pada akhirnya, Putri tetap merahasiakan perasaan yang sebenarnya ia rasakan dari Dila. Ia mencoba untuk melupakan apa yang telah terjadi, termasuk juga melupakan Evant dari pikirannya. Dan Putri berjanji akan menyatukan Dila dengan Evant. Meskipun harus menahan rasa sakit yang masih tersisa di hatinya tiap kali melihat sahabatnya itu berduaan dengan Evant.
Hingga saat ini, Putri telah berulang kali tersakiti. Karena tiap kali Putri mulai menyukai sesorang di saat itu pula sahabat atau teman-teman dekatnya menyukai orang yang sama. Dan tiap kali kajadian itu terulang kembali maka bisa dipastikan Putri yang akan mengalah. Dalam pikirannya, Lebih baik jika ia yang tersakiti daripada melihat orang yang dikasihinya pergi menjauh dari kehidupannya.

Inilah kisah sang Putri. Jika dalam dongeng-dongeng, akhir cerita selalu digambarkan bahwa Pangeran akan hidup bahagia dengan Putri, tapi dalam kehidupan nyata hal itu bisa saja berbeda 180°.


*TAMAT*

1 komentar:

HappyBoyz_Royz mengatakan...

like this lagh!
cerita yang menarik...
namun di beberapa bagian cerita membutuhkan sentuhan penegasan.hehehe
lanjutkan!

Posting Komentar