Selasa, 11 Mei 2010

Beribu Maaf Untukmu Kawan (Nurul Jannah X-2)

Caroline, itulah nama sahabat terbaikku. Kemanapun aku pergi, dia selalu bersamaku. Dialah yang selalu menemaniku di saat aku sedih, susah, maupun senang. Orang yang selalu mengerti bagaimana diriku. Senang rasanya, aku mempunyai sahabat seperti dia. Walaupun kami memiliki banyak perbedaan tapi kami bisa menjadikan perbedaan itu kekuatan persahabatan kami. Keyakinan kami pun berbeda. Caroline seorang kristiani dan aku seorang muslim.

Sayang ... Ketika kami telah lulus SMP, kami berpisah. Maksudku, kami bersekolah di sekolah yang berbeda. Tapi kami tetap bisa menjaga persahabatan kami dengan baik dan menyempatkan waktu untuk bertemu walaupun hanya sekedar berbagi cerita dan makan bersama.

Suatu waktu, aku baru selesai menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim, yaitu shalat dzuhur tepatnya, dan kemudian ... “Hey Fira!”, sapa Ka Rama kepadaku. Ka Rama adalah kakak kelasku di sekolah, dia pun seniorku di SMP dulu. Aku cukup baik mengenalnya. “Hey Ka! Ada apa? Kangen ya ama Fira??”, kataku sambil cekikikan. “Idih .. Ni anak ya! Narsisnya ga ilang-ilang. Mana mungkin Kaka kangen kamu, wee ..”, bantah Ka Rama sambil menjulurkan lidah. “Eh.. Kenal ga ama Caroline? Anak Bhakti Darma juga dulunya. Satu angkatan sama kamu ko!” Hah .. Darimana Ka Rama tahu Caroline?? Ngapain juga nanyain dia? Jangan-jangan ... “Kenal banget lah! Dia sahabat Fira tahu! Kenapa gitu? Kaka suka ya ama dia?? Cikiciew!” kataku sambil cengengesan. “Ya Allah.. Tahu darimana kamu?” Muka Ka Rama memerah saat aku menebak bahwa Ka Rama menaruh perasaan pada Caroline.

Ternyata Ka Rama telah mengenal caroline di luar sepengetahuanku dan dari situ juga Ka Rama mempunyai perasaan yang lebih pada Caroline. Tapi tunggu dulu! Ka Rama menyukai Caroline? Ka Rama yang seorang muslim yang super taat, yang rajin beribadah menyukai seseorang yang berbeda. Sungguh, sulit dipercaya. Tapi, apakah tidak akan dosa jika kita berhubungan dengan orang yang berbeda agama? Aku sendiri pun tak tahu. Mungkin jika hanya berpacaran tak kan apa, toh belum tentu juga Ka Rama mengajak Caroline menikah. Sudahlah.. Itu urusan orang lain. Tak usah aku pikirkan .

* * *

Seiring berjalannya waktu, mereka pun akhirnya berpacaran. Aku sebagai seorang sahabat tentunya berbahagia melihat sahabatku pun berbahagia. Walaupun pada saat itu aku baru saja di sakiti oleh cowo yang cukup ... tut .. disensor.

Suatu hari, Ka Rama mencariku ke kelas. Dia bercerita bahwa dia telah mengakhiri hubungannya dengan Caroline. Aku pun kaget setengah mati. aku kira Caroline yang memutuskan Ka Rama, ternyata perkiraanku salah besar. “Apa?? Jadi Kaka yang mutusin Caroline? Loohh .. Ko gitu sih Ka? Kan kasian sahabat Fira.” “Iya, iya. Kaka tau Fir. Tapi, ternyata hubungan Kaka sama dia tuh haram. Di Al-Qur’an disebutin kaya gitu, tepatnya di surat Al-Ahzab. Kaka ga mau dosa Kaka nambah banyak.”, ucap Ka Rama dengan wajah yang sangat kusut. “Tapi, Kaka masih sayang ama dia. Tapi dia udah ga mau bales sms atau angkat telepon dari Kaka. Kaka harus giman Fir? Kaka bingung banget. Kaka ga tau harus cerita ama siapa lagi.” “Entahlah... Astagfirullah.. Fira kan udah bilang sama Kaka, emang ga kan apa-apa gitu lo pacaran ama yang noni. Kaka bilang ga apa-apa da ga kan di ajak nikah ini. Yaa .. Itu jadi resiko Kaka. Sabar yaa ka..”, ucapku pada Ka Rama.

Dari situ, Ka Rama sering mencariku ke kelas untuk sekedar mengobrol dan karena itu juga murid-murid di sekolah menyangka bahwa Ka Rama dan aku berpacaran. Tapi toh, kami tidak begitu mempedulikannya. Anehnya, Caroline pun tak pernah menggubrisku. Sungguh .. Aku tak mau begini. Aku takut Caroline mengsalah artikan kedekatanku dengan Ka Rama. Ya Allah.. Apalagi yang harus aku lakukan? Aku tak mau kehilangan sahabatku.

***

Setiap hari, aku pasti bertemu Ka Rama. Kami selalu berbagi cerita, makan bersama, shalat berjama’ah dan bahkan pulang bersama. Pada malam harinya pun, Ka Rama selalu mengirim sms dan smsan lah kami. Orang-orang makin yakin bahwa kami berpacaran dengan kedekatan kami yang semakin dekat. Aku pun merasakan bahwa perhatian Ka Rama terhadapku kian hari kian bertambah. Perempuan mana yang tidak akan menaruh perasaan kepada seorang lelaki yang terus meberinya perhatian. Rasa itu pun muncul. Aku tidak ingin ada perasaan ini karena aku tahu, aku sadar, rasa ini hanya akan membawa bencana bagi hubungan persahabatanku dan Caroline. Tapi, aku tidak bisa menolak perasaan yang terus tumbuh ini.

Suatu hari, sepulang sekolah, aku memutuskan untuk pergi ke SMP. Kebetulan hari itu, Ka Rama latihan basket di luar kota dan ia tentunya tidak pergi ke sekolah selama 1 minggu. Tujuanku datang ke SMP untuk bertemu Ka Furqon, instruktur DKM Ka Rama dan aku pada masa SMP sulu. Perasaanku gelisah, mudah-mudahan Ka Furqon dapat membantuku.

“Assalamualaikum Ka ..”, sapaku pada Ka Furqon yang kebetulan sedang berada di gerbang sekolah. “Waalaikumsalam.. Ada masalah apa lagi Fir? Mukanaya kusut basnget.” Yaah .. Gini nih Ka Furqon. Entah tahu darimana dia pasti tahu walaupun aku belum berucap sepatah katapun. Punya indera ke enam kali ya ..

Aku pun bercerita dari awal sampai akhir. Ka Furqon pun menanggapi ceritaku itu. “Ya bagus lah lo Rama udah mutusin Caroline lagi pula hubungan mereka haram hukumnya. Dan apa salahnya kamu ada perasaan pada Rama, toh mereka sudah putus. Kaka yakin Rama pun ada perasaan sama terhadapmu dengan perhatian dia yang begitu besar terhadapmu.” Setelah Ka Furqon berbicara begitu, aku langsung membeberkan semua keraguanku. “Tapi Ka .. Aku tahu Ka Rama masih ada perasaan terhadap Caroline dan mana mungkin Ka Rama ada perasaan yang sama sepertiku? Kalaupun benar iya ada, bagaimana dengan Caroline? Aku tahu dia masih punya perasaan terhadap Ka Rama, itu yang aku ga mau. Itu pasti sakit banget dan Caroline pasti akqan membenciku. Beneran .. Fira ga mau kaya gitu.”, ucapku dengan cepat sambil menahan air mata yang akan keluar dari mataku.

“Fira ... Kamu mau mengorbankan perasaanmu lagi untuk orang lain? Dari dulu kamu selalu begitu. Kaka kasian ngeliat kamu. Akhirnya, pasti kamu yang sakit hati. Tolonglah.. Sekali ini Kaka minta supaya kamu ga ngorbanin perasaan kamu lagi.” Sontak aku kaget. Rasa sakit hatiku dulu terasa kembali. “Tapi gimana Ka, kalau aku cuman dijadiin pelampiasan Ka Rama aja?”, ucapku langsung. “Rama orangnya ga kaya gitu Fir. Kaka udah kenal dia lama, udah tahu sifat dia gimana. Ga mungkin dia kaya gitu. Fir, gimana lo bener kejadian? Kamu mau jawab apa?”, tanya Ka Furqon.

Kejadian? Apa yang kejadian? Oh ... aku mengerti. Maksudnya bagaimana jika Ka Rama benar-benar mempunyai perasaan yang sama terhadapku dan mengungkapkan perasaannya kepadaku. Aku terdiam sejenak. Tak pernah terpikirkan olehku. Hal itu juga tak mungkin terjadi tapi akhirnya aku menjawab juga. “Ya.. Aku bakalan jawab kalau aku punya perasaan yang sama. Tapi gimana Caroline? Dia pasti sakit hati kalau tahu ini.” Sambil tersenyum, Ka Forqon menjawab, “Kaka ni sebagai sesama lelaki lo ada cewe ngomong gitu Kaka mu jawab, ‘Ngapain kamu masih mikirin orang lain? Toh, yang jalanin ini kita berdua kan?’ Gimana kalau Rama ngomong itu juga ke kamu? Mau jawab apa coba?” Aku pun sudah tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Mati kata, diam seribu bahasa.

Tapi, ngapain sih aku mikirin itu? Ga kan kejadian juga. Tapi apa sih yang ga mungkin di dunia ini? Sampai sekarang, aku gelisah. Apa yang harus aku perbuat? Pernah terlintas dipikiranku untuk menjaga jarak dengan Ka Rama, tapi aku ga bisa kaya gitu. Udah ga ketemu seminggu aja udah rempong. Sampai sekarang aku masih bingung apa yang harus aku lakukan. Yah .. jalanin aja dulu. Lagipula belum kejadian juga.

1 komentar:

HappyBoyz_Royz mengatakan...

bagus...
cerpen yang menarik
konflik yang tersaji cukup jelas tergambar dalam cerpen
tingkatkan lagi keterampilan menulismu!

Posting Komentar