Sabtu, 15 Mei 2010

Keluarga (Irham Fauzi A. X-2)

Namaku Tiwi. Aku sekarang bersekolah di salah satu SMA di Bandung. Ini adalah pengalamanku yang mungkin banyak orang tidak tahu tentang pengalamanku ini. Aku memang termasuk anak yang cukup beruntung karena terlahir di keluarga yang cukup berada. Ayahku bekerja di salah satu BUMN di kota Bandung dan ibuku seorang ibu rumah tangga yang menurutku sangat baik dan perhatian. Aku merupakan anak bungsu dan mempunyai seorang kakak laki-laki yang tiga tahun lebih tua dariku. Memang aku selalu bertengkar dengannya, namun dia sangat baik menurutku. Namun aku tak pernah menyangka pengalaman yang buruk dan tak pernah kuinginkan ini terjadi.
Saat itu aku duduk di kelas tiga SD. Ayah membeli motor yang pada saat itu masih jarang orang mempunyainya. Dia selalu memakainya untuk bekerja. Dan saat itu keluargaku semakin harmonis karena bila ayah ada waktu luang, ia selalu mengajak keluargaku untuk berjalan-jalan ke toserba ataupun makan di luar. Hal itu selalu dilakukan ayah setiap minggu. Aku yang masih kecil memang sangat senang karena ayah suka membeli mainan dan makanan untukku. Dan pekerjaan ayah lama-kelamaan semakin sukses. Bahkan ayah dapat berpergian dengan mobil milik kantor yang cukup mewah. Saat hari libur ayah selalu mengajak kami untuk berwisata.
Tetapi hal itu memang terjadi sebentar. Setahun kemudian saat aku berumur 9 tahun ada konflik di dalam keluargaku. Ayah dan ibu selalu bertengkar dan aku tak tahu penyebabnya. Aku saat itu hanya bisa terdiam di kamar. Setiap hari hal itu terjadi, aku pun sudah bosan untuk melihatnya. Tapi lama-kelamaan aku baru tahu dari kakak bahwa orangtuaku bertengkar karena ayah mengikuti pengajian yang menurut ibu salah dan ayah selalu memaksa ibu untuk ikut dalam pengajian itu. Ibu selalu menolak dan mengingatkannya namuun ayah selalu marah dan kadang memukul ibu. Sering sekali ibu menangis karena perlakuan ayah. Kasihan sekali ibu, aku tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya dapat duduk di pankuannya.
Sampai pada akhirnya mimpi buruk yang aku kira itu terjadi. Ibu yang sudah tidak tahan dengan perlakuan ayah dan akhirnya menggugat ayah untuk bercerai. Ya Tuhan, hal yang tidak aku inginkan di keluargaku ini terjadi. Aku dan kakak selalu membujuk ibu agar tidak melakukan itu. Namun ibu tetap pada pendiriannya dan berat melakukan hal ini menurutnya. Aku hanyadapat berdoa dan aku selalu teringat saat-saat keluargaku dulu, kami selalu solat berjamaah, membaca Al-Quran setelah solat maghrib, bercanda, danb pergi bersama. Namun hal itu akan berakhir dan aku hanya dapat menangis serta terus berdoa. Namun ini mungkin jalan rerbaik yang diberikan Allah. Dan akhirnya ibu bercerai dengan ayah. Mulai sejak saat itu aku selalu berdiam diri dan mengenang kejadian masa lalu yang sangat manis. Namun aku tak mau terus larut dalam kesedihan karena hal itu terlanjur terjadi dan tak mungkin akan kembali dalam kehidupanku.
Aku memulai kehidupan baruku tanpa ayah karena aku tinggal bersama ibu dan kaka di rumah bersejarah ini. Sedangkan ayah tinggal di rumah nenek di Sukabumi. Memang sangat berbeda dengan kehidupanku dulu hidup tanpa ayah dan sekarang ibu yang menjadi tulang punggung keluarga. Namun ayah selalu mengirm uang setiap bulan dan selalu bertemu denganku dan kaka karena ayah masih bekerja di kantornya di Bandung. Ayah selalu mengajak kami jalan-jalan, berbelanja, dan makan. Sifat ayah memang sama seperti dulu namun ayah kadang tidak ingin berbicara mengenai ibu. Setiap berbicara tentang ibu pasti nada bicaranya akan naik dan selalu menjelek-jelekan ibu. Aku memang mengerti perasaan ayah mengapa ia berbicara seperti itu.
Tidak terasa tiga tahun berlalu. Ibu, aku, dan kaka memang sudah terbiasa hidup seperti ini. Kini kami hidup sederhana dan cukup bahagia walaupun tidak sebahagia dulu. Kini aku menginjak bangku SMP dan aku diterima di sekolah favorit. Sedangkan kaka sudah SMA. Ibu sangat bersyukur karena anak-anaknya diterima di sekolah negeri favorit sehingga ia tidak terlalu berat membayar biaya sekolah. Namun saat aku pulang sekolah kabar buruk kembali datang. Ternyata saat masa-masa sukses, ayah mengundurkan diri dari pekerjaannya. Ya Tuhan, aku sangat terpukul dengan tindakan ayah itu tanpa ada alasan yang jelas darinya. Padahal saat itu pekerjaan ayah menurutku cukup sukses dan menghasilkan. Tapi ibu yang sangat terpukul dengan tindakan ayah karena ia yang akhirnya harus menopang biaya sekolah dan membiayai kehidupan kami sehari-hari. Ibu bekerja keras mencari pekerjaan dan akhirnya diterima di perusahaan meubel. Gajinya memang tak seberapa tetapi ibu tidak pernah mengeluh. Tak ingin mengecewakan ibu, aku pun belajar dengan giat. Berkat kerja kerasku, aku masuk di kelas unggulan dan selalu mendapat ranking saat pembagian rapor. Ibu sangat bangga kepadaku dan menjadikan ia selalu bekerja dengan giat dan tanpa lelah.
Setahun berlalu. Namun ibu memutuskan keluar dari pekerjaannya karena ia selalu bertengkar dengan rekan kerjanya. Dan akhirnya ia membuka warung di rumah. Memang penghasilan dari warung memang tidak cukup. Sehingga biaya sekolahku tidak terbayar. Ibu selalu dipanggil ke sekolah. Aku memang malu dengan teman-teman, tapi yang penting aku masih bisa bersekolah. Ibu terus berusaha untuk mendapat uang tambahan, mulai dari berjualan beras, berjualan pakaian, hingga menjaul alat-alat kecantikan. Ibu memang sangat baik, aku selalu merasa kasihan bila aku melihat ibu sedang mencari uang dengan kerasnya.
Tidak seperti ayah, dia hanya menikmati uang pensiunnya dengan membeli mobil dan berbelanja. Aku dan kaka bertemu ayah paling hanya enam bulan sekali, saat liburan atau saat lebaran. Aku sangat kesal dengan ayah, ia memang bersifat pemalas. Bukannya mencari pekerjaan baru, malah hanya tidur dan berdiam di rumah nenek setiap harinya. Karena sifat malasnya itu akhirnya dia menganggur dan tak berpenghasilan. Tapi saat aku liburan dengan ayah, ternyata ayah sudah menikah lagi. Ayah membuat keputusan sepihak tanpa memperhatikan anak-anaknya. Aku sangat kecewa, walaupun ibu tiriku cukup baik dan mencoba untuk akrab dengan aku dan kaka. Ibuku yang mengetahui itu selalu mengejek ayah dan menjelek-jelekannya. Ayah memang tidak terlalu berarti dalam hidupku sekarang namun aku tetap menghormatinya sebagai ayah.
Teman-teman selalu bertanya,”Ayahmi mana Wi?” Namun aku hanya terdiam dan teman-temanku yang mengerti dengan keadaanku yang menjawabnya,”Ayah dan ibunya bercerai”. Teman-teman memang selalu menceritakan tentang keluarganya, sedangkan aku hanya dapat mendengarkannya. Setiap aku melihat foto keluarga, aku selalu terkenang dengan keluargaku yang harmonis sewaktu dulu. Aku sempat berfikir, Allah tidak adil terhadap hambanya terutama aku. Tapi aku berusaha membuang pikiran jelek itu jauh-jauh. Karena ibu selalu mengingatkanku, bahwa ada yang lebih menderita daripada aku seperti anak jalanan dan anak yatim piatu. Memang benar menurut ibu banyak orang seusiaku yang ditinggalkan orang tuanya dan diasuh oleh orang lain.
Hari-hari pun berlalu, dengan kerja keras ibu penghasilannya pun bertambah. Ibu sudah dapat membelikanku komputer untukku dan motor, walaupun tidak bagus-bagus amat. Tapi aku tetap mensyukurinya dan ibu selalu berkata,”Allah tidak akan pernah tidur. Manusia hanya bisa berdoa dan berusaha sementara Allah yang bekehendak. Pasti ada hasil yang manis bila kita terus berusaha. Jangan pernah membenci ayahmu walaupun telah mengecewakanmu. Dan kamu harus akur dengan kaka jika ayah dan ibu telah tiada.” Itulah kata-kata yang tidak akan aku lupa dari ibuku. Aku sangat beruntung karena memiliki ibu yang sangat baik walaupun tidak memiliki keluarga yang harmonis dan utuh seperti orang lain.

1 komentar:

HappyBoyz_Royz mengatakan...

cerpen yang bagus !!
tema yang cukup menarik..
tingkatkan lagi kemampuan menulismu, banyak-banyaklah membaca untuk menambah diksi dan pembendaharaan katamu !!

Posting Komentar