Sabtu, 15 Mei 2010

Kasih Bunda (Suci Nur X-2)

Pagi itu mentari bangun dari peraduannya. Memberikan warna terang di langit dan mengusir gelapnya malam. dikala semua orang tengah tertidur lelap, ada seorang wanita tua yang tak tertidur. berada di dapur, berkutat dengan kompornya yang tak mau nyala. terbatuk-batuk ia menyiapkan barang dagangannya. tak di sangka, saat seorang ibu separuh baya itu sibuk di dapur sendirian, anak perempuannya malah tertidur pulas di kamarnya. masih menikamati inahnya mimpi, masih ditemani empuknya bantal dan guling.
"Nak, bangun... bantu ibu di dapur..." kata ibu sambil terbatuk-batuk.
Mendengar panggilan ibunya, anak itu langsung terbangun, namun bukannya malah membantu dia malah menghardik ibunya, "Heh, ibu tua! kamu tau tidak aku mengerjakan tugas sampai larut malam, jadi jangan bangunkan aku sepagi ini!" kata anak itu seraya kembali lagi ke kamarnya.
"Dinda..." ibu setengah baya itu hanya membantin.Akhirnya, pagi sudah benar-benar datang menghampiri kota itu. Si anak yang bernama Dinda pun juga sudah bterbangun dari tidurnya yang katanya telah terganggu oleh rengekan manja ibunya.
"Mau ke mana kamu nak? bukannya kamu hari ini libur...?" tanya ibunya yang tengah menjemur baju. 95% baju yang iya cuci adalah baju anaknya.
"Aku mau pergi ke mana bukan urusan mu tahu!" hardik anaknya sekali lagi.
"Tapi aku ibumu, Nak." kata ibunya mengejar si anak.
"Aku berhak tau ke mana kamu pergi..."kata ibunya.
"Kalau kamu sudah bisa membuat aku bahagia dan kita punya banyak uang, kamu baru aku anggap ibu!" hardik si anak lalau pergi.Ibunya jatuh lemas karena mendengar kata-kata naknya yang telah melukainya.Ia merintih, bersimpuh kepada Allah memanjatkan doa kepadaNya.
"Ya Allah, berikan petunjuk pada hamba-Mu ini ya Allah... aku tak tau lagi apa yang harus aku lakukan pada anak hamba... hamba telah gagal..." kata si ibu sambil meneteskan air mata.

Satu minggu...satu bualan...
Telah satu bulan lamanya Dinda tidak pulang ke rumah, ibunya telah mencarinya ke mana saj aia bisa, dengan bantuan Pak Rt ia terus mencari, keluar masuk kantor polisi untuk mencari anak satu-satunya yang ia sayangi.Setelah dua bulan lamanya, Dinda kembali ke rumahnya.
"Dinda, nak... kemana saja kamu? Ibu rindu kamu..." kata Ibunya.
"Sudah, lepaskan aku! aku nggak suka dipeluk kamu! jauh-jauh dari aku!" kata Dinda kasar seraya masuk ke kamarnya. ibunya mengikuti dari belakang.
"Kamu ke mana nak?" tanya ibunya dengan lembut.
"Apa peduli mu! sudah sana keluar!" kata Dinda kasar.

Siang pu berganti malam, tiba-tiba di tengah malam yang tenag, ada suara ketukan dat\ri pintu depan."Tok...Tok...Tok...!"
"Iya...iya..." jawab ibu yang pasing mengenakan mukenah, lalu ia membuka pintunya.
"Iya?"kata sang ibu
"Benar di sini rumah Dinda?" tanya orang yang berperawakan besar itu.
"Iya, benar..." kata ibu ragu-ragu.
"Dia punya hutang dengan kami, kalian harus membayar hutangnya malam ini juga, kalau tidak, terpaksa, Dinda harus di jual...!' kata orang itu sambil menyeringai.
"Dijual? jangan... jangan... kami yakin kami bisa melunasinya... berapa hutangnya?" tanya ibu, suaranya bergetar.
"1.500.000 rupiah! kalian bisa bayar?" kata orang itu.
"hm... kami yakin kami bisa bayar... " kata oibu, tatapannya mulai mengiba.
"Hahaha... sudahlah, aku yakin kau tak akan bisa bayar hutang anamu! jika kau jual rumah ini saja tak akan bisa melunasi hutang mu!" kata orang itu.
"Ada apa sih ribut?" tanya Dinda dari dalam.
"Oh, ini dia si Putri Dinda...hahahaha" kata orang itu meledek.
"Siap ini Dinda? kata nya kamu punya hutang?" tanya ibu.
"Iya, aku punya... aku memang harus pergi... kamu diem aja!" kata Dinda.
"Tidak, lebih baik ibu saja, ibu tidak mau merusak masa depan kamu. lagian, ibu juga masih bisa kerja." kata ibu berusaha untuk membela anaknya.
"Tidak, kamu ngga ada urusan dalam hal ini!" bentak Dinda.
"Ok... udah ada yang bisa berangkat?" tanya laki-laki itu.
"Baik," ibu pun mulai berjalan mengikuti laki-laki misterius itu.
"Aku sayang kamu, Nak... jaga dirimu baik-baik..." kata ibu untuk terakhir kaliya.
"Ibu, maafkan aku, aku telah bersalah, maafkan aku..."kata Dinda sambil menangis.
"Aku telah memaafkan mu, sejak dulu nak..." kata ibu sambil tersenyum.
Akhirnya, hanya sesal yang dirasa Dinda, namun, di dalam hati kecilnya, dia selalu bersyukur karena telah diberikan ibu semulia ibunya.

1 komentar:

HappyBoyz_Royz mengatakan...

cerpen yang lumayan menarik!
akan tetapi konflik yang dihadirkan tidak begitu jelas!
perbaiki dan tingkatkan lagi

Posting Komentar